Ilustrasi
SEKILASSULTRA.COM, JAKARTA –Lembaga Jaringan Aktivis Anoa Nusantara (Janusa) mengkritik keras Wakil Bupati Buton terpilih Syarfiudin Saafa Periode 2024-2029.
La Ode Muh Didin Alkindi menyoroti penggunaan Gelar Magister oleh Wakil Bupati Terpilih yang diduga ilegal (Palsu).
“Wakil Bupati Buton bergelar Magister Manajemen (M.M) yang ditempuh di Universitas Timbul Nusantara Jakarta namun palsu, perbuatan ini tentu diduga melawan hukum,” kata La Ode Muh Didin Alkindi dalam keterangannya, Sabtu (25/1).
Dia mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan Advokasi dan melaporkan masalah ini Di Mabes Polri dan KPU RI untuk segara diproses dan ditindak Wakil Bupati terpilih Buton SS.
“Saya sudah masukan surat pemberitahuan aksi Jumat (24/1) di Polda Metro Jaya, kita akan kawal kasus ini sampai tuntas karena ini menyangkut integritas pendidikan di Negeri ini,” ujar Didin
Tercatat dalam biografi SS yang tercantum dibiodata onlinenya tertulis dengan jelas bahwa pendidikan terakhir Wakil Bupati Buton tersebut bergelar M.M yang didapatkan melalui UTIR-IBEK Jakarta masa studi 2015-2017.
“Bukti materil dalam penggunaan gelar itu sudah terang benerang yang dilakukan oleh Wakil Bupati Buton ini, tinggal bagaiamana kita laporkan untuk segera diproses sesuai ketentuan Undang-Undang Perguruan Tinggi,” ujar Didin.
Penggunaan Gelar M.M oleh SS dibidang politik diduga dimulai sejak mencalonkan diri sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Manado tahun 2019.
Dalam pencalonan itu SS terpilih sebagai anggota DPRD Kota Manado dengan tetap menggunakan Gelar M.M.
“Kita Patut duga bahwa penggunaan Gelar oleh SS ini sudah berlangsung lama. Makanya kita akan laporkan SS di KPU RI dan Kapolri untuk mengungkap penggunaan gelar ilegal oleh SS,” ungkap Didin.
Selain itu, Didin mengharapkan agar pihak kopolisian melakukan penelusuran secara mendalam kemana dan dimana saja ijazah palsu SS ini digunakan sejak 2017 hingga sekarang.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi memberikan ketentuan yang ketat tentang penggunaan gelar akademik, vokasi, dan profesi untuk menjamin keabsahan dan pengakuan atas pencapaian akademik seseorang.
Pasal 28 secara tegas mengatur bahwa seseorang hanya dapat menggunakan gelar akademik, vokasi, dan profesi jika telah berhasil menyelesaikan program studi di perguruan tinggi yang berwenang memberikan gelar.
Secara keseluruhan, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, pembatasan ketat ini dirancang untuk menjaga integritas dan penghargaan terhadap gelar akademik, vokasi, dan profesi di Indonesia.
Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa setiap gelar yang diperoleh merupakan hasil dari proses pendidikan yang sah dan diakui oleh otoritas terkait.
Sehingga dalam jika terjadi kegagalan untuk mematuhi ketentuan ini dapat mengakibatkan pembatalan gelar dan proses hukum sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Menurut Pasal 93 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, setiap orang yang dengan sengaja memanfaatkan gelar akademik, vokasi, atau profesi tanpa izin dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal ini menegaskan bahwa penyalahgunaan gelar akademik merupakan tindak pidana berat yang dapat diancam dengan pidana.
Pemanfaatan gelar akademik yang tidak tepat tidak hanya berdampak negatif pada individu atau institusi yang bersangkutan tetapi juga merusak reputasi dan integritas seluruh sistem pendidikan tinggi di Indonesia.
Oleh karena itu, pasal pidana ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera bagi individu yang berupaya memalsukan atau menyalahgunakan gelar akademik
Dalam upaya mencegah penyalahgunaan gelar akademik, penting untuk menyadari bahwa gelar bukan sekadar prosedur birokrasi, tetapi merupakan representasi dari perjalanan pendidikan secara menyeluruh dan penilaian yang tidak memihak.
Gelar akademik harus secara akurat menunjukkan kemampuan dan pengetahuan seseorang, sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk menilai kompetensi individu di bidang profesional.
Tanggung jawab lembaga pendidikan dalam menegakkan kredibilitas gelar akademik melalui prosedur penilaian yang adil dan terbuka sangat penting.
“Dalam persoalan penggunaan gelar palsu ini akan kita jadikan menjadi isu nasional karna ini menyangkut integritas pendidikan dengan harapan tidak ada lagi yang menggunakan gelar sesuka hati tampa mengikuti prosesnya,” tutup Didin.
sampai berita ini ditayangkan pihak media belum dapat mengkonfirmasi hal tersebut kepada Wakil Bupati Buton terpilih Syarfiudin Saafa Periode 2024-2029.