Ketgam : Laode Muhamad Fathin, S.IP., M.H.I., CE., CT., C.NSP., C.AR selaku Dosen Politik dan Hubungan Internasional UPN Veteran Jakarta dam Sekertaris Jendral Komunitas Akademik Diplomasi Kota Indonesia
SEKILASSULTRA.COM, JAKARTA – Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada) akan berlangsung sebentar lagi. Tahun 2024 ini merupakan kali kedua dalam sejarah politik di Indonesia yang melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah secara serentak. Tentunya peristiwa ini adalah sesuatu yang harus diapresiasi. Karena kesempatan masyarakat untuk memilih dan memilah pemimpin yang baik dalam kepemimpinan daerah untuk memajukan kepentingan publik. Pilkada serentak ini juga diharapkan berlangsung secara demokratis sehingga isu-isu komunal yang berpotensi menjadikan perpecahan sosial tidak lagi terjadi. Dengan demikian membutuhkan kesadaran para elit politik, kandidat, dan konstituen untuk tidak terlalu fanatik dengan pilihan. Apalagi kandidat yang diusung tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam kepemimpinannya. Oleh sebab itulah penting kiranya menelitik bagaimana arah Pilkada kedepan agar berlangsung secara adil, jujur, demokratis dan bebas serta rahasia sesuai dengan asas pemilihan umum.
Muna Barat merupakan salah satu Kabupaten yang berada di wilayah Sulawesi Tenggara. Tahun ini juga Muna Barat akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah yang ketiga kalinya pasca berakhirnya masa jabatan Bupati sebelumnya. Tradisi kepemimpinan Kepala Daerah di Muna Barat awalnya di mulai dari penunjukan Gubernur Sulawesi Tenggara pada tahun 2014 yang memilih L. M. Raji’un Tumada sebagai Pelaksana Jabatan Bupati Muna Barat. Sebagai Daerah Otonom Baru (DOB) yang terpisah dari Kabupaten Muna maka tentunya pembangunan Muna Barat membutuhkan kepemimpinan yang progresif. Tradisi kepemimpinan di Muna Barat kemudian berlanjut dengan terlaksananya Pilkada pada tahun 2017 yang pada saat itu memenangkan pasangan Raji’un Tumada dan Achmad Lamani sebagai Bupati dan Wakil Bupati Muna Barat Periode 2019 – Selesai.
Kepemimpinan di Muna Barat kembali mengalami dinamika Politk, ketika Raji’un Tumada memutuskan untuk ikut serta dalam pilkada Kabupaten Muna bersaing dengan Petahana yakni L.M. Rusman Emba. Keikutsertaan Raji’un Tumada meninggalkan kekosongan kekuasaan di Muna Barat, sehingga otomatis menjadikan Achmad Lamani sebagai Pelaksana Jabatan (JP) Bupati dan hingga akhirnya menjadi Bupati Muna Barat selama kurang lebih dua (2) tahun. Dinamika klinik kembali berlangsung.
Adapun beberapa nama yang sudah mencuat adalah 1. Laode Darwin, 2. L.M. Amzar dan 3. Achmad Lamani. Dari tiga kandidat yang ada telah memiliki strategi yang berbeda-beda untuk menyambut pilkada yang akan datang.
Jika dilihat dari proses akselerasi politik maka Laode Darwin adalah Calon Kandidat yang lebih awal mempromosikan diri sebagai calon Bupati. Kemunculan Darwin dalam berbagi Baliho, poster dan media sosial. Membawa potensi arah baru pembangunan Muna Barat kedepan.
Kemudian, disusul oleh Amsar yang juga muncul dalam beberapa bulan terakhir sebagai penantang Darwin dari golongan anak muda. Tentunya kontestasi kalangan muda ini akan membawa hal positif bagi kemajuan demokrasi di Muna Barat. Dan terakhir adalah muncul kandidat Achmad Lamani sebagai mantan Bupati yang datang untuk melanjutkan kepemimpinannya sebelumnya.
Kontestasi ini semakin seru dengan munculnya beberapa isu strategis dalam persiapan menyambut Pilkada Muna Barat. Adapun isu pertama adalah isu Putra Daerah. Isu ini selalu muncul dalam Pilkada Muna dan menjadi isu komunal dalam pilkada. Isu putra daerah sama halnya dengan isu pribumi dan non pribumi. Hal ini tentunya tidak sangat baik untuk perkembangan sosial politik di Muna Barat. Mengapa Putra Daerah itu merujuk pada maksud mereka yang lahir di daerah tersebut. Sehingga mereka yang tidak lahir di daerah tersebut bukan dianggap sebagai Putra daerah. Mengapa ini isu komunal muncul;
- Karena pada dasarnya manusia tidak bisa memilih untuk dilahirkan dimana, etnisnya apa dan hal lain yang berhubungan dengan identitas
- Banyak kita temukan mereka yang bukan asli putra daerah bisa menjadi calon Kepala Daerah ditempat lain atau bahkan menjadi anggota dewan. Artinya isu ini tidak relevan lagi jika diangkat sebagai bagian dari kemajuan demokrasi.
Terkait isu putra daerah ini, maka sebenarnya sasarannya adalah merujuk ke Darwin dan secara tidak langsung juga kepada Achmad Lamani. Darwin kabarnya lahir di Wakuru dan besar di Kusambi. Namun yang perlu diperhatikan secara rasional ketika Darwin lahir Muna Barat masih menjadi bagian dari wilayah Otonom Kabupaten Muna. Artinya poin pentingnya adalah Darwin tetap putra Daerah Muna atau suku Muna. Dan Muna Barat secara etnis tidak berbeda dengan Muna yakni tetap suku Muna juga, cuman belahan bagian Barat.
Darwin besar dan bersekolah di Kusambi yang saat ini menjadi wilayah otonom dari Kabupaten Muna Barat. Jadi, secara logis seharusnya isu ini tidak menjadi faktor yang menimbulkan konflik komunal. Selain itu ada kandidat Achmad Lamani yang bisa dibilang etnis atau suku Buton. Artinya secara tidak langsung bukan menjadi bagian dari asli putra Daerah Muna maupun Muna Barat. Akan tetapi pengalaman dan kepemimpinan Achmad Lamani ketika menjadi Sekertaris Daerah dan hingga menjadi Bupati. Harusnya juga isu putra daerah tidak menjadi faktor krusial dalam membangun demokrasi di Muna Barat. Karena berkat kepemimpinan Achmad Lamani di Muna Barat cukup membawa progreaifitas pembangunan Muna Barat.
“Satu-satunya kandidat yang memang lahir dan besar di wilayah Muna Barat adalah Amsar. Amsar lahir dan besar di Lawa dan hingga berkarir di luar kota dan akhirnya sukses dan berkeinginan membangun daerah Muna Barat kedepan”.
Dari ketiga calon tersebut bisa dilihat memiliki motivasi dan keinginan yang sama untuk membangun dan mensejahterakan masyarakat Muna Barat. Sehingga ada baiknya ketiganya diberi kesempatan dengan seluas-luasnya untuk berkompetisi dengan jujur dan adil. Sehingga biarkan masyarakat memilih siapa yang terbaik berdasarkan visi dan misi masing-masing kandidat. Artinya ketiga calon memiliki motivasi kuat untuk membawa Muna Barat ke arah yang lebih baik. Dengan demikian penting kiranya para elit, kandidat, konstituen untuk fokus pada program kerja masing-masing bukan fokus pada identitas yang hanya berpotensi memecah belah persatuan dan komunitas di Muna Barat.l
Isu kedua yang juga hangat terdengar adalah Kotak Kosong. Beberapa bulan terkahir beredar isu akan potensi terjadinya kontestasi politik melawan kotak kosong.
Darwin dikabarkan telah menguasai 7 partai Politik di luar PDIP. Kuatnya posisi Darwin yang diusung oleh Golkar, Demokrat dan beberapa partai lain menyisakan pilu bahwa kandidat lain tidak akan mendapatkan partai politik. Achmad Lamani yang merupakan Kader PDIP dan Amsar yang bukan merupakan dari kalangan partisan menjadi hal yang menantang jika itu terjadi. Artinya jika monopolot partai politik maka memungkinkan terjadi kandidat melawan kotak kosong.
Namun, menurut penulis isu ini harus kembali dirasionalisasi karena selama belum ada pernyataan sikap dari partai politik dan pelaksanaan pendaftaran pada KPU setempat sebagai bakal calon maka isu ini belum bisa dipercaya. Lebih baik masing-masing calon fokus saja pada strategi branding masing-masing untuk membawa gagasan pembangunan yang berkelanjutan yang inovatif.
Selain itu jika terjadi Pilkada melawan Kotak Kosong justru menjadi kemunduran demokrasi Muna Barat artinya hanya kalangan tertentu saja yang bisa mendapatkan restu partai. Sebab restu partai ini membutuhkan lobi, finansial, relasi dan komunikasi.
Isu ketiga yang juga santer terdengar adalah isu kultural “Kaomu dan Walaka’. Kaomu dan Walaka adalah isu yang sering terjadi karena kepemimpinan di Daerah Muna dan Muna Barat selalu menjadikan isu Kaomu yang direpresentasikan dengan gelar ‘ Ode ‘ dan Walaka yang direpresentasikan dengan gelar Non Ode akan menjadi isu hangat lagi.
Jika dilihat dari kandidat yang ada baik Darwin dan dan Amsar dikategorikan dari kalangan kakmu artinya tinggal memilih wakil dari kalangan Walaka. Sedangkan Achmad Lamani yang bukan kalangan Kaomu berpasangan dengan Laode Andi Muna yang berasal dari kalangan Walaka. Dalam tradisi kultural adat Muna bahwa Kaomu harus menjadi yang terdepan atau pemimpin utama.
Namun kembali kepada cara berfikir masyarakat karena jika tradisi kurtural ini masih terus digaungkan maka akan membuat perkembangan demokrasi semakin menurun. Penulis menekankan pada pentingnya masyarakat fokus pada program kerja masing-masing kandidat yang sesuai dengan kebutuhan publik Muna Barat. Tradisi kultural memang harus dipertahankan namun juga jangan sampai menekankan Hak Asasi Politik anak bangsa.
Poin utama yang harus diperhatikan adalah kemampuan dan pengalaman. Penulis menyarankan beberapa hal berikut sebagai pertimbangan rasional dalam memilih
- Perlunya dialog publik untuk mempromosikan gagasan pemikiran visi dan misi masing-masing kandidat. Pada bulan Juli nanti akan dilaksanakan pertemuan dan Pemilihan Ketua IKA SMA 1 Tikep. Ada baiknya ada momen baik tersebut dibuat satu agenda dialog publik untuk mengundang masing-masing calon untuk menyampaikan gagasan masing-masing. Penyampaian gagasan ini harus disertai dengan tanggapan ahli yang independen dalam berbagai bidang seperti bidang hukum., ekonomi, sosial, budaya, politik dan hubungan internasional. Mengapa ini penting agar para kandidat teruji mentalitasnya dihadapan para panelis dalam menyampaikan gagasannya masing-masing.
- Memilih berdasarkan track record baik berupa pengalaman kepemimpinan, kapasitas keilmuan, kompetensi merangkai program dan integritas dalam menjaga aset daerah dari korupsi. Elemen ini sangat penting agar lahir pemimpin yang lahir bukan pemimpin tanpa gagasan dan pengalaman serta integritas, dan
- Jangan apatis karena suara masyarakat akan menentukan arah pembangunan masyarakat yang lebih baik. Masyarakat jangan sampai terprovokasi oleh media sosial, provokasi konstituen dll. Fokus pada gagasan masing-masing calon agar bisa memilih dan memilah yang terbaik.
- Harus siap kalah dan siapa pemenang. Dalam kontestasi pasti ada yang kalah dan yang memang jangan sampai kondisi ini membuat perpecahan dan konflik komunal. Oleh sebab itulah penting kiranya menyiapkan diri untuk mempersiapkan pilkada yang berintegritas. Kita siapkan diri untuk anti politik uang tetapi fokus pada politik gagasan yang inovatif dan berkelanjutan.
Penulis Laode Muhamad Fathin, S.iP., M.H.I ., CE., CT., C.NSP., C.AR yang merupakan
Dosen Politik dan Hubungan Internasional UPN Veteran Jakarta Dan Sekertaris Jenderal Komunitas Akademik Diplomasi Kota Indonesia.
Jakarta, Rabu 24 April 2024