Sekilassultra.com, Kendari – Kasus korupsi di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Aneka Tambang (Antam) di Blok Mandiodo Konawe Utara, kembali menjerat nama besar di Sulawesi Tenggara. Kali ini, Eks Gubernur Sultra, Ali Mazi disebut-sebut ikut terlibat dalam perkara tersebut
Asintel Kejati Sultra, Ade Hermawan mengatakan, nama Ali Mazi disebut terlibat dalam kasus tersebut berdasarkan keterangan beberapa saksi saat sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat.
“ditemukan fakta adanya peran mantan Gubernur Sultra AM (Ali Mazi) dalam kerjasama operasional Antara PT Antam, Perusda Sultra dan PT Lawu Agung Mining,” Ujar Ade, Kamis, 18 Januari 2024.
Ade menyebut, saat ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah menjadwalkan dan mengirim surat panggilan kepada AM sebagai saksi untuk memberikan keterangan di persidangan berikutnya
“majelis hakim meminta penuntut umum untuk menghadirkan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara AM sebagai saksi di persidangan,” ujarnya
Diketahui dalam kasus ini, penyidik Kejati Sultra telah menetapkan 12 tersangka yakni HA selaku Manager PT Antam Konawe Utara, GL selaku Pelaksana Lapangan PT LAM, OS selaku Dirut PT LAM).
Kemudian, WAS selaku pemilik PT LAM, AA selaku Dirut PT KKP, SM selaku Kepala Geologi Kementrian ESDM, EVT selaku valuator RKAB, dan YB selaku kordinator Pokja Pengawasan Operasi Produksi Mineral Kementrian ESDM.
Serta, RJ selaku mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM dan HJ sebagai Sub Koordinator RKAB Kementerian ESDM.
Dua tersangka lain, AS selaku kuasa Direktur PT Cinta Jaya dan RC selaku Direktur PT Tristaco Mineral Makmur. Selain itu, 1 tersangka inisial A juga ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan.
Adapun modus dugaan korupsi pertambangan ini menggunakan dokumen terbang untuk melakukan penjualan ore nikel ke smelter lain selain ke PT Antam.
Kasus ini berawal dari kerja sama operasi (KSO) antara PT Antam dan PT Lawu dan perusahaan daerah (Perusda) Sultra dengan luas area pertambangan 22 hektar di Blok Mandiodo yang merupakan lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam.
Namun, dalam pelaksanaan kerja sama tersebut, hasil tambang nikel itu hanya sebagian kecil diserahkan ke PT Antam sebagai pemilik IUP.
Kemudian sisa dari hasil tambang lainnya langsung dijual ke pabrik smelter dengan menggunakan dokumen palsu.
Sejauh ini, penyidik baru menemukan dokumen PT KKP yang digunakan untuk penjual ore nikel ke smelter lain. Dari keseluruhan aktivitas penambangan di Blok Mandiodo menurut perhitungan sementara auditor telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5,7 triliun.