KENDARI – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menyoroti dokumen persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) serta Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) PT Indonusa Arta Mulya (IAM).
Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo mengatakan bahwa, persetujuan RKAB PT IAM pada Tahun 2023 dinilai tidak sesuai mekanisme. Sebab kata dia, persetujuan RKAB PT IAM sebanyak 300 metrik ton (MT) diterbitkan pada Maret 2023, yang dimana saat itu seluruh wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT IAM berstatus kawasan hutan lindung (HL) dan belum mendapatkan PPKH dari Kementerian LHK RI.
“Jadi awalnya kecurigaan kami dari persetujuan RKAB PT IAM, yang dimana RKAB disetujui pada Maret 2023 dengan kuota sebanyak 300 MT. Padahal saat itu status WIUP PT IAM seluruhnya adalah kawasan hutan lindung dan belum memiliki IPPKH atau PPKH,” ungkap Hendro, melalui keterangan tertulisnya, (Sabtu/1/24).
Pria yang kerap disapa Egis itu juga membeberkan, bahwa berdasakan data yang ada PPKH PT Indonusa baru diterbitkan pada Agustus 2023 dengan Nomor SK : SK.853/MENLHK/SETJEN/PLA.0/8/2023 tanggal 3 Agustus 2023.
“Jadi kalaupun RKAB disetujui sebelum PPKH PT IAM diterbitkan, mestinya diberikan kuota 0 (nol) produksi, karena saat itu seluruh wilayah IUP nya berada diatas kawasan hutan lindung,” katanya.
Sementara, Kepala Bidang (Kabid) Mineral dan Batubara (Minerba) Dinas ESDM Sultra, Hasbullah, mengatakan bahwa RKAB merupakan kewajiban setiap perusahaan pertambangan sehingga wajib untuk diajukan. Namun, terkait pemberian kuota produksi diberikan berdasarkan hasil evaluasi dari tim evaluator.
“RKAB adalah kewajiban perusahaan, jadi wajib diajukan. RKAB dapat disetujui untuk 0 (nol) produksi kalau misalnya dia berada di kawasan hutan tanpa IPPKH atau PPKH,” jelasnya Hasbullah.
Ditanya terkait persetujuan RKAB PT IAM Tahun 2023 sebanyak 300 metrik ton, Hasbullah enggan menanggapi. Sebab pihaknya hanya mendapatkan tembusan dari pusat (Kementerian ESDM RI).
“Kami hanya menerima tembusan, bukan kami yang keluarkan. Kami juga tidak dilibatkan untuk evaluasi. Jadi kami tidak tau kenapa bisa terbit, kalau betul saat itu statusnya masih kawasan hutan,” imbuhnya.