RAGAM  

PH Terdakwa RR Sebut Ada Dugaan Kriminalisasi dan Rekayasa Hukum Pada Kasus PT WAM

Sekilassultra.com, Kendari – Dugaan kriminalisasi dan rekayasa hukum pada kasus penambangan di Sulawesi Tenggara (Sultra) menuai sorotan, keganjalan dalam persidangan menguak tabir adanya dugaan main mata para penegak hukum.

Hal itu bermula saat seseorang yang berinisial  LCE melaporkan adanya dugaan penambangan di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Wong Anak Mandiri (WAM) dengan laporan polisi Nomor LP/B/304/VII/2022/SPKT/Polda Sultra tertanggal 1 Juli 2022 dan surat perintah penyidikan Nomor SP.Sidik/53/VII/RES.5.5/2022/.

Pertama menangani kasus ini Ditreskrimsus Polda Sultra, pada tanggal 4 Juli 2022, berdasarkan pengakuan seseorang yang berinisial IVN yang menyaksikan adanya tindak pidana penambangan diluar IUP PT WAM dengan mempergunakan blasting. Namun demikian pelapor dan saksi fakta tidak pernah dihadirkan untuk menunjukan ke 4 titik koordinat Blasting atau peledakan pada Tahun 2019.

LCE dan IVN diketahui tidak dapat membuktikan dugaan terjadinya blasting diluar IUP PT Wong Anak Mandiri saat proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Unaaha yang tertuang dalam perkara Nomor 121/Pid.B/LH/2023/PN.Unh.

Pendamping Hukum Terdakwa RR, Jefry Era Pranata mengatakan, pihaknya mengetahui adanya permainan, pada saat pelapor berinisial LCE pernah meminta uang ganti rugi kepada kliennya sebesar 30 milyar agar perkara tak dilanjutkan.

“Kemudian menarik bagi saya didalam persidangan, terdakwa dua, berinisial AR mengatakan di persidangan kalau LCE bisa ngatur-ngatur permasalahan ini. Bagaimanapun LCE mengajak AR agar mau bekerjasama namun AR tidak mau,” ungkap Jefry Era Pranata.

Tak sampai disitu, Jefry Era Pranata menyebut, masih banyak kejanggalan yang terjadi dalam perkara tersebut, Ia menuturkan bahwa klienya orang yang tidak paham dengan pengelolaan tambang dan tidak pernah datang ke lokasi pertambangan, dia hanya mendapatkan surat kuasa Direksi, tetapi dia yang dipersalahkan atas perbuatan pribadi.

“Ada kejanggalan, dimana klien saya  dianggap turut serta tetapi oleh penegak hukum dan dituntut paling tinggi 3 Tahun dari pada pelaku utamanya, sedangkan pelaku utama dituntut lebih ringan,” bebernya.

Jefry menambahkan, kliennya hanya bekerja berdasarkan surat kuasa, tetapi dia tidak pernah datang ke tambang dan melakukan kegiatan penambangan, dalam fakta persidangan kliennya tidak pernah menunjukkan titik koordinat.

“Lantas siapa yang menunjukkan titik koordinat tersebut, klien saya tidak pernah diajak ke TKP untuk mengecek titik koordinat,” ucapnya.

Ia juga menyesalkan atas tidak adanya inisiatif dari Hakim, dimana Jaksa tidak pernah menghadirkan penyidik sebagai saksi verbal lisan di persidangan.

“Harusnya ada inisiatif dari Hakim bukan dari kita, harusnya Jaksa dong yang hadirkan,” tukasnya.

Jefry Era Pranata bilang, dirinya pernah mengusulkankan sejumlah orang yang namanya tertulis dalam BAP untuk dihadirkan, namun tidak pernah ditanggapi oleh Hakim.

“Besok, Kamis (23/11) dijadwalkan sidang putusan, kami akan melakukan langkah-langkah sesuai hasil putusan Hakim pada pengadilan kasus pertambangan. Jika klien saya tetap diputus bersalah, maka saya akan melakukan upaya hukum dengan upaya banding,” tegas Jefry

Selain itu, Jefry menyebut bahwa pada proses penyelidikan ada permintaan dari penyidik Polda Sultra untuk menentukan titik koordinat Blasting telah dilakukan pengecekan atas 10 titik Blasting dan telah dibuat BAP lapangan mengenai titik koordinat Blasting yang dilakukan pada Tahun 2019.

“Hasil BAP lapangan tertangal 7 Juni 2022 adalah benar menyimpulkan bahwa Blasting keseluruhannya berada di dalam IUP PT WAM. Dimana hal ini jelas tidak sesuai dengan pelaporan LCE,” kata Jefry.

Sehingga ia menilai, oknum penyidik Polda Sultra diduga dalam BAP telah melakukan 5 kali rekonstruksi titik koordinat penambangan di luar IUP PT WAM tanpa dihadiri oleh saksi fakta IVN dan juga pelapor LCE (Testimonium De Audite) pada tanggal 27 Juni 2022.

“Terungkap bahwa pelaporan LCE dengan hasil Blasting yang telah dibuatkan BAP lapangannya tidak terdapat bukti yang mendukung laporan dari pelapor terkait Blasting di luar IUP PT WAM. Fakta persidangan menunjukkan bahwa BAP lapangan hasil Blasting tertanggal 7 Juni 2022 tidak pernah dilampirkan di dalam lampiran berkas persidangan,” ujarnya.

Oleh karena itu, Jefry yakin adanya dugaan proses rekayasa pembuatan cerita ke 4 titik koordinat oleh oknum penyidik Polda Sultra yang sebenarnya, sebab ke 4 titik tersebut telah ada semenjak Tahun 2019 yang dimana patut diduga pelapor LCE selaku pemilik lahan sejak Tahun 2016, telah melakukan penambangan diluar IUP,” tukasnya.